Aku membuat cerpen
ini ketika aku dikelas 1 SMP. Mungkin tidak terlalu bagus, masih banyak
kekurangan kalau dikata. Masih perlu banyak belajar. Tapi semoga bermanfaat...
Perjalanan Hidupku
Sendiri menyepi
Tenggelam dalam renungan
Ada apa aku seakan kujauh dari ketenangan
Perlahan kucari mengapa diriku hampa
Mungkin ada salah mungkin
ku tersesat
Mungkin dan mungkin lagi…
Aku termenung. Sebait lagu Edcoustic
itu mengalun lembut di telingaku…. Seperti mengingatkanku pada keadaanku saat
ini. Begitu kesepian, kepiluan, dan kesedihan, dan kepiluan yang aku rasakan.
Ketika malam itu, hawa dingin begitu menusuk tulangku, dan kesepian tetap setia
menemaniku serta menjadi sahabatku.
Malam semakin
larut, kota Yogyakarta
begitu terasa mencekam ketika malam hari.
Kurapatkan
jaketku untuk mengusir hawa dingin yang selalu menghampiriku. Bulan di langit Yogyakarta begitu angkuh melihatku. Dia hanya menampakkan
sinarnya sedikit, pelit sekali…
Aku kembali melangkah, entah
kemana…. Kemana lagi aku harus melangkah?.
Akhirnya
kuputuskan untuk berhenti dan bermalam di Sebuah masjid di kota
Yogyakarta .
“Allahuakbar….Allahuakbar…”
Adzan subuh berkumandang membangunkan setiap insan untuk beribadah kepada-Nya.
Aku terbangun dan segera pergi dari
masjid, karena aku tahu orang-orang islam akan sholat. Walaupun aku tahu bahwa
aku adalah orang islam, dan kewajibanku adalah menjalankan perintah-Nya. Namun,
keislamanku bisa dibilang Islam KTP, karena aku tidak pernah menjalankan
ibadah-Nya dengan sungguh-sungguh. Ketika bulan Ramadhan, bulan yang penuh
berkah bagi umat islam aku tidak pernah puasa. Sholat wajibpun sangat jarang
aku lakukan… juga kedua orang tuaku…. Aku ingat terakhir kali aku sholat ketika sholat ‘Idul Fitri, Masya
Allah!
***
Sebelum
di Yogyakarta
Aku tercenung… kulihat pisau di
tangan kiriku yang berlumuran darah. Aku tak percaya! Kejadian itu cepat
sekali. Aku jatuh terduduk, pisau di tangan kiriku terlepas begitu saja dan
jatuh ke lantai. Aku menyesali apa yang telah aku lakukan ini. Segera kuberlari
dari tempat itu. Kutinggal temanku yang telah dingin dan membeku. Tidak ada
orang yang tahu apa yang telah aku lakukan kepada temanku. Secepat kilat
kutinggalkan kota Jakarta , tanah kelahiran dan tempat tinggalku
saat ini…
***
Aku sedang duduk di pinggir jalan kota Yogyakarta . Kulihat
kendaraan yang lalu lalang di depanku sambil menikmati semangkuk bubur ayam
yang aku beli untuk mengganjal perutku. Hari ini aku akan mencari kontrakan baru
untuk tempat tinggalku sementara. Disaat yang bersamaan, tiba-tiba aku melihat
seorang bocah kecil laki-laki sedang menyebrang dan dari arah berlawanan
kulihat sebuah motor melaju dengan kencang…
Daaasss!!!
Kecelakaan
itupun terjadi. Bocah kecil itu terserempet dan jatuh di aspal, dia pingsan.
Sang pengendara motor lari meninggalkan korbanya. Entah apa yang ada
dipikiranku saat itu, aku segera menolong bocah kecil itu dan membawanya ke
klinik terdekat.
Kutunggui bocah kecil itu hingga
siuman. Aku begitu kasihan melihatnya. Mukanya begitu pucat
“Sss….si….siapa
kau?Dan dimana aku sekarang?”, Tanya bocah kecil itu gugup sambil memandangku
takut-takut.
“Hei… sudah
siuman rupanya kau…”, Kataku sambil membantunya duduk.
“Kau sedang
berada di rumah sakit. Tadi di jalan kau terserempet sepeda motor dan pingsan.
Lalu aku membawamu kesini…”
“Jadi Kakak
yang menolongku… terima kasih ya, Kak. Aku sangat berhutang budi kepadamu.”,
Kata bocah itu sudah lebih tenang.
“Siapa namamu
bocah kecil?”, Tanyaku.
“Namaku Alif,
lalu siapa nama kakak?”.
“Mmm…. Namaku
Royyan, kau bisa memanggilku Roy .”,
Kataku sedikit ragu.
“Sepertinya
keluargamu akan datang. Aku harus meninggalkanmu. Dagghh Alif, semoga kau cepat
sembuh.”, Kataku sambil mengelus kepalanya dan memakai topiku yang biasa aku
gunakan untuk menyembunyikan wajahku. Dia sepertinya tak tahu siapa diriku
sebenarnya.
Seminggu kemudian…
Itu kejadian seminggu yang lalu.
Kini aku berada di kontrakan baruku. Uangku masih cukup untuk beberapa bulan,
selagi kini aku mencari pekerjaan. Aku kini hidup sendirian. Kedua orang tuaku
telah melupakanku, karena mereka hidup dalam dunianya sendiri dan hanya mencari
harta dunia saja, dan bekal akhirat dilupakan. Astaghfirullah!!!
Setelah
mencari pekerjaan berhari-hari, akhirnya aku mendapat pekerjaan sebagai penjaga
toko buku. Alhamdulillah…
Ketika di toko buku, kulihat Seorang
bocah laki-laki yang sepertinya aku kenal.
“Kak Roy!”,
Katanya sangat girang sambil berlari ke arahku.
“Alif!”,
Kataku terkejut.
“Bagaimana
kabarmu, apa kau sudah sembuh?”.
“Alhamdulillah,
sudah , Kak!”.
Setelah pekerjaanku selesai, Alif
mengajakku ke rumahnya. Kulihat dia sangat senang sekali. Sampai di rumahnya,
aku sangat sedih. Betapa selama ini aku tidak pernah bersyukur kepada Allah.
Alif dan keluarganya hidup di sebuah rumah kontrakan yang hanya berukuran
kira-kira empat kali empat meter persegi. Aku tersenyum melihatnya sangat
girang. Lalu ayahnya keluar dan mempersilahkan aku masuk ke rumahnya.
“Pak, Dia
yang menolongku kemarin…”, Kata Alif berbisik kearah ayahnya.
“Wah, kami
sangat berterima kasih sekali. Karena telah menolong anak saya.”
“Iya, Pak
sama-sama…”, Kataku tersenyum.
Sejak mengenal keluarga ini, aku tak
pernah merasa kesepian. Ayah Alif adalah seorang kuli bangunan, tetapi sangat
taat beribadah begitu juga dengan keluarganya. Walaupun hidup serba kekurangan,
keluarga ini tak pernah mengeluh sedikitpun. Semua rezeki diterima dengan
ikhlas, karena mereka percaya, semua rezeki itu datangnya dari Allah. Aku mulai
belajar dari keluarga ini yang begitu sabar menerima cobaan dari Allah.
Setiap sore, Alif mengajakku ke
Surau untuk belajar mengaji dan sholat. Setiap pergi ke Surau, aku selalu
merasa damai. Aku telah menganggap Alif sebagai adikku dan keluarga Alif
sebagai keluarga kecilku begitu juga dengan mereka. Karena, aku kini sedang
bertaubat atas semua dosa-dosa yang telah aku lakukan dengan sebenar-benar
taubatan nasuha. Ayah Alif senantiasa membimbingku belajar sholat dan belajar
mengaji serta mengajakku ke jalan yang benar, jalan yang diridhai oleh Allah
Swt. Ayah Alif, juga Alif belum mengetahui siapa aku sebenarnya dan apa
tujuanku datang ke kota pelajar ini. Suatu saat aku akan menceritakan kepada
mereka siapa aku sebenarnya.
***
Aku berada di
sebuah taman yang sangat indah dan sangat luas sekali. Aku merasa sangat tenang
di sana .
Kulihat burung-burung berkicau dengan indahnya. Hingga dari jauh, samara-samar
aku melihat seorang anak kecil berlari ke arahku. Kuperhatikan anak kecil itu…
dan dia adalah Fariz, aku tak percaya. Fariz lalu memelukku dengan sangat erat
dan kudengar dia menangis sesegukan.
“Kak, ikutlah
denganku… Kakak, ikutlah denganku…”, Katanya sambil mundur menjauhiku. Aku
mengejarnya, akan tetapi dia sudah menghilang.
“Fariz….!!!”
Nafasku memburu. Aku tersentak
bangun. Aku masih berada di dalam kamar kontrakanku. Ternyata hanya mimpi….
Faiz…
Ketika di Rumah Alif
“Bapak, ada
yang ingin saya bicarakan….”, Kataku menunduk dan sedikit ragu-ragu.
“Ya, Nak ada
masalah apa? Mungkin Bapak bisa membantumu.”, Katanya tersenyum melihatku.
“Bapak
mungkin belum tahu mengapa saya datang ke kota
ini dan mengapa saya bisa di kota
ini”, Kataku tetap menunduk.
“Hmm… yang
bapak tahu kamu ingin berubah menjadi lebih baik. Walaupun bapak tidak tahu
siapa kamu sebenarnya, tapi bapak yakin kamu anak yang baik.”
“Apa bapak
yakin?.”
“Insya
Allah…”
“Semoga bapak
bisa menerimaku setelah aku ceritakan yang sebenarnya.”
Aku mulai menceritakan, siapa aku
sebenarnya, dari mana asalku, dan mengapa aku datang ke kota ini.
***
Sore itu,
selesai latihan basket bersama teman-temanku aku segera mengambil kunci motorku
dan segera melesat ke rumahku. Ketika di lampu lalu lintas, lampu merah menyala
namun aku tetap mengendarai motorku dengan kecepatan tinggi. Aku hanya ingin
cepat sampai di rumah. Entah mengapa perasaanku sangat tidak enak saat itu,
yang ada dibayanganku saat itu adikku. Aku bertanya-tanya apa yang terjadi pada
adikku saat itu.
Ketika sampai di rumah, tak ada
siapa-siapa hanya Bi Inah yang ada. Rumahku sangat sepi dan lenggang karenanya.
Kucari adikku, namun nihil semua penjuru rumahku sudah aku telusuri, namun aku
sama sekali tak menemukan adikku.
“Bi, dimana Faiz?.”,
Tanyaku setelah lelah mencari.
“Maaf, bibi
tadi lupa memberi tahu. Fariz ada di rumah sakit sekarang. Tadi bibi diberitahu,
Faiz kecelakaan tadi siang sepulang sekolah.
“Apa….?.”,
Pekikku tak percaya.
Secepat kilat aku segera pergi ke
rumah sakit. Segera aku mencari kamar Fariz yang berada di lantai dua rumah
sakit itu. Di ruang itu ada sepupuku dan tanteku. Mereka menunggui adikku.
“Kau harus
sabar menghadapi cobaan ini…”, Kata tanteku sambil menatap adikku yang belum
siuman. Aku hanya menunduk, sedih.
“Faiz… kau
harus sembuh, kau tak boleh meninggalkanku aku hanya memilikimu…”, Kataku lirih
“A….a…ayah…..ii…ibu…”,
Tiba-tiba Faiz mengigau, memanggil kedua orang tuaku.
Aku tahu, kedua orang tuaku sedang
bekerja di luar negri untuk bekerja. Beberapa hari Fariz sudah sadar. Kaki
kirinya retak. Beberapa hari kemudian orang yang menabrak adikku menemuiku. Aku
terkejut ketika kulihat yang menabrak adikku adalah temanku sendiri.
“Apa maksudmu
membuat adikku terluka sampai separah ini?!!”, Kataku membentaknya.
“Aku tak
sengaja melakukanya. Aku hanya ingin meminta maaf padamu”.
Aku hanya diam saja, mukaku merah
menahan amarah. Tanganku mengepal. Temanku itu lalu pergi meninggalkanku.
Bahkan, ketika temanku pamit pulang, aku hanya diam. Orang tuaku kemarin telah datang
ke rumah sakit. Namun, pagi harinya kembali lagi bekerja di luar kota .
Adikku masih berada di rumah sakit,
aku masih setia menunggunya . Akan tetapi akhir-akhir ini aku merasakan ada
yang aneh darinya. Faiz sering berkata yang aneh menurutku. Dia bertanya
tentang bagaimana surga dan neraka itu.
“Kak, aku
merasakan sesuatu, aku melihat surga, teman-teman dan semua yang berada di sana … Aku ingin ke sana kak…”, Kata adikku
lirih.
Aku hanya diam memandangnya,
wajahnya yang selalu ceria dan bahagia kini terlihat pucat dan sangat lemah
sekali. Aku merenung, apa yang diucapkan adikku tadi sulit aku mengerti. Apa
maksud semua ini?
Ketika pagi hari, kudapati adikku
masih tertidur lelap. Kubangunkan adikku lembut namun tak ada reaksi. Kusentuh
tanganya. Tanganya dingin seperti es, juga kakinya. Kusentuh nadinya di
pergelangan tangan. Namun, tak ada apapun yang berdetak. Dokterpun sudah
menvonisnya meninggal dunia.
Innaillahiwainnailaihiroji’un…
Siang itu Faiz dimakamkan. Terakhir
kalinya kulihat tanah yang masih merah itu… Perlahan aku meninggalkan makam
adikku. Berat memang… Faiz, semoga kau tenang di sisinya…
Hatiku bak
tertimpa palu godam. Adikku telah meninggalkanku selama-lamanya.
Aku sangat
marah terhadap temanku. Dia telah menyebabkan adikku meninggal dunia.
Aku merencanakan balas dendam kepadanya.
Hingga peristiwa itu terjadi… Aku
tercenung… kulihat pisau di tangan kiriku yang berlumuran darah. Aku tak
percaya! Kejadian itu cepat sekali. Aku jatuh terduduk, pisau di tangan kiriku
terlepas begitu saja dan jatuh ke lantai. Aku menyesali apa yang telah aku
lakukan ini. Segera kuberlari dari tempat itu. Kutinggal temanku yang telah
dingin dan membeku. Tidak ada orang yang tahu apa yang telah aku lakukan kepada
temanku. Secepat kilat kutinggalkan kota Jakarta , tanah kelahiran
dan tempat tinggalku saat ini…
Ya, aku telah
membunuh temanku, yang aku anggap telah membuat adikku meninggal dunia. Kini,
aku sedang menjadi buronan polisi. Koran-koran memberitakanku. Hingga aku kabur
dan berada di kota Yogyakarta .
***
Ayah Alif
terdiam mendengar ceritaku. Raut mukanya berubah menjadi sendu.
“Bapak,
maafkan saya, tapi saya benar-benar ingin bertaubat…”, Kataku menunduk, merasa
bersalah.
“Bapak
percaya kamu bisa berubah, sekarang kembalilah pada orang tuamu. Mereka pasti
mencarimu, Nak”, Kata bapak.
“Insya Allah,
Pak besok saya akan pulang ke Jakarta ”,
Kataku tersenyum.
Pagi itu, Embun pagi menyapaku hangat.
Sang surya mulai menampakkan sinarnya. Tampaknya sang embun sedang berteman
dengan sang surya. Burung-burung bernyanyi dengan indah. Subhanallah!! Nikmat
Allah yang sanat besar. Aku pergi ke rumah Alif dan berpamitan dengan bapak dan
ibu. Kupeluk Alif erat-erat, Alif begitu mengingatkanku pada adikku…
Perjalanan ke Jakarta begitu panjang. Beberapa kemudian aku
sampai di Jakarta .
“Assalamu’alaikum…”,
Sapaku sampai di rumah.
“Wa’alaikum
salam”, Ternyata ibu yang membukakan pintu.
“Ibu, maafkan
Royyan. Aku sudah meninggalkan ibu dan ayah beberapa bulan”, Kataku setelah
masuk ke dalam rumah.
“Kami begitu
kehilangan ketika mengetahuimu pergi dari rumah, apalagi setelah Faiz pergi
meninggalkan kita”, Kata ibu terharu.
“Ibu sadar,
ibu dan ayah terlalu sibuk bekerja sehingga meninggalkanmu dan Faiz hingga dia
meninggalkan kita”, Setetes kristal bening menetes di pipi ibu.
“Iya, Bu. Roy
juga meminta maaf kepada ibu”, Kamipun berpelukan.
Ibu dan Ayah sudah mengetahui semua
peristiwa itu.
Indahnya memiliki keluarga seperti
ini….
***
Kini aku
kembali bersekolah dan kuliah. Sepulang kuliah, aku mampir ke sebuah masjid
untuk melaksanakan sholat dhuhur. Selesai sholat, kulihat beberapa polisi
mengejarku, karena kalian tahu aku adalah buronan polisi karena aku telah membunuh
temanku sendiri. Aku berlari sekencang mungkin dan menaiki dinding dan
melompati dinding.
DUAARR!!
Polisi melepaskan peluru peringatan
padaku. Aku tak peduli dan terus berlari dan belari. Hingga…
DUUAAAR!!!
“Allahuakbar….!!!!!”,
Ucapku sekuat tenaga.
Sebuah peluru tiba-tiba menembus
jantungku. Aku jatuh dari gedung dan berlumuran darah. Semoga Allah mengampuni
segala dosaku. Kurasakan seribu Bidadari menghampiri dan terbang ke arahku…
Faiz… aku
akan menyusulmu, dan pergi bersamamu….
By : Himmatun N M
Good story.....
BalasHapusmakasih, pak...
Hapus