Muslimah

Muslimah
Remaja Muslimah Berani Jihad!

Rabu, 23 Januari 2013

Cerpenku

Aku membuat cerpen ini ketika aku dikelas 1 SMP. Mungkin tidak terlalu bagus, masih banyak kekurangan kalau dikata. Masih perlu banyak belajar. Tapi semoga bermanfaat...

Perjalanan Hidupku

Sendiri menyepi
Tenggelam dalam renungan
Ada apa aku seakan kujauh dari ketenangan
Perlahan kucari mengapa diriku hampa
Mungkin ada salah mungkin ku tersesat
Mungkin dan mungkin lagi…
            Aku termenung. Sebait lagu Edcoustic itu mengalun lembut di telingaku…. Seperti mengingatkanku pada keadaanku saat ini. Begitu kesepian, kepiluan, dan kesedihan, dan kepiluan yang aku rasakan. Ketika malam itu, hawa dingin begitu menusuk tulangku, dan kesepian tetap setia menemaniku serta menjadi sahabatku.
Malam semakin larut, kota Yogyakarta begitu terasa mencekam ketika malam hari.
Kurapatkan jaketku untuk mengusir hawa dingin yang selalu menghampiriku. Bulan di langit Yogyakarta begitu angkuh melihatku. Dia hanya menampakkan sinarnya sedikit, pelit sekali…
            Aku kembali melangkah, entah kemana…. Kemana lagi aku harus melangkah?.
Akhirnya kuputuskan untuk berhenti dan bermalam di Sebuah masjid di kota Yogyakarta.
“Allahuakbar….Allahuakbar…” Adzan subuh berkumandang membangunkan setiap insan untuk beribadah kepada-Nya.
            Aku terbangun dan segera pergi dari masjid, karena aku tahu orang-orang islam akan sholat. Walaupun aku tahu bahwa aku adalah orang islam, dan kewajibanku adalah menjalankan perintah-Nya. Namun, keislamanku bisa dibilang Islam KTP, karena aku tidak pernah menjalankan ibadah-Nya dengan sungguh-sungguh. Ketika bulan Ramadhan, bulan yang penuh berkah bagi umat islam aku tidak pernah puasa. Sholat wajibpun sangat jarang aku lakukan… juga kedua orang tuaku…. Aku ingat terakhir kali  aku sholat ketika sholat ‘Idul Fitri, Masya Allah!

***
Sebelum di Yogyakarta
            Aku tercenung… kulihat pisau di tangan kiriku yang berlumuran darah. Aku tak percaya! Kejadian itu cepat sekali. Aku jatuh terduduk, pisau di tangan kiriku terlepas begitu saja dan jatuh ke lantai. Aku menyesali apa yang telah aku lakukan ini. Segera kuberlari dari tempat itu. Kutinggal temanku yang telah dingin dan membeku. Tidak ada orang yang tahu apa yang telah aku lakukan kepada temanku. Secepat kilat kutinggalkan kota Jakarta, tanah kelahiran dan tempat tinggalku saat ini…
***
            Aku sedang duduk di pinggir jalan kota Yogyakarta. Kulihat kendaraan yang lalu lalang di depanku sambil menikmati semangkuk bubur ayam yang aku beli untuk mengganjal perutku. Hari ini aku akan mencari kontrakan baru untuk tempat tinggalku sementara. Disaat yang bersamaan, tiba-tiba aku melihat seorang bocah kecil laki-laki sedang menyebrang dan dari arah berlawanan kulihat sebuah motor melaju dengan kencang…
Daaasss!!!
Kecelakaan itupun terjadi. Bocah kecil itu terserempet dan jatuh di aspal, dia pingsan. Sang pengendara motor lari meninggalkan korbanya. Entah apa yang ada dipikiranku saat itu, aku segera menolong bocah kecil itu dan membawanya ke klinik terdekat.
            Kutunggui bocah kecil itu hingga siuman. Aku begitu kasihan melihatnya. Mukanya begitu pucat
“Sss….si….siapa kau?Dan dimana aku sekarang?”, Tanya bocah kecil itu gugup sambil memandangku takut-takut.
“Hei… sudah siuman rupanya kau…”, Kataku sambil membantunya duduk.
“Kau sedang berada di rumah sakit. Tadi di jalan kau terserempet sepeda motor dan pingsan. Lalu aku membawamu kesini…”
“Jadi Kakak yang menolongku… terima kasih ya, Kak. Aku sangat berhutang budi kepadamu.”, Kata bocah itu sudah lebih tenang.
“Siapa namamu bocah kecil?”, Tanyaku.
“Namaku Alif, lalu siapa nama kakak?”.
“Mmm…. Namaku Royyan, kau bisa memanggilku Roy.”, Kataku sedikit ragu.
“Sepertinya keluargamu akan datang. Aku harus meninggalkanmu. Dagghh Alif, semoga kau cepat sembuh.”, Kataku sambil mengelus kepalanya dan memakai topiku yang biasa aku gunakan untuk menyembunyikan wajahku. Dia sepertinya tak tahu siapa diriku sebenarnya.

Seminggu kemudian…
            Itu kejadian seminggu yang lalu. Kini aku berada di kontrakan baruku. Uangku masih cukup untuk beberapa bulan, selagi kini aku mencari pekerjaan. Aku kini hidup sendirian. Kedua orang tuaku telah melupakanku, karena mereka hidup dalam dunianya sendiri dan hanya mencari harta dunia saja, dan bekal akhirat dilupakan. Astaghfirullah!!!
Setelah mencari pekerjaan berhari-hari, akhirnya aku mendapat pekerjaan sebagai penjaga toko buku. Alhamdulillah…
            Ketika di toko buku, kulihat Seorang bocah laki-laki yang sepertinya aku kenal.
“Kak Roy!”, Katanya sangat girang sambil berlari ke arahku.
“Alif!”, Kataku terkejut.
“Bagaimana kabarmu, apa kau sudah sembuh?”.
“Alhamdulillah, sudah , Kak!”.
            Setelah pekerjaanku selesai, Alif mengajakku ke rumahnya. Kulihat dia sangat senang sekali. Sampai di rumahnya, aku sangat sedih. Betapa selama ini aku tidak pernah bersyukur kepada Allah. Alif dan keluarganya hidup di sebuah rumah kontrakan yang hanya berukuran kira-kira empat kali empat meter persegi. Aku tersenyum melihatnya sangat girang. Lalu ayahnya keluar dan mempersilahkan aku masuk ke rumahnya.
“Pak, Dia yang menolongku kemarin…”, Kata Alif berbisik kearah ayahnya.
“Wah, kami sangat berterima kasih sekali. Karena telah menolong anak saya.”
“Iya, Pak sama-sama…”, Kataku tersenyum.
            Sejak mengenal keluarga ini, aku tak pernah merasa kesepian. Ayah Alif adalah seorang kuli bangunan, tetapi sangat taat beribadah begitu juga dengan keluarganya. Walaupun hidup serba kekurangan, keluarga ini tak pernah mengeluh sedikitpun. Semua rezeki diterima dengan ikhlas, karena mereka percaya, semua rezeki itu datangnya dari Allah. Aku mulai belajar dari keluarga ini yang begitu sabar menerima cobaan dari Allah.
            Setiap sore, Alif mengajakku ke Surau untuk belajar mengaji dan sholat. Setiap pergi ke Surau, aku selalu merasa damai. Aku telah menganggap Alif sebagai adikku dan keluarga Alif sebagai keluarga kecilku begitu juga dengan mereka. Karena, aku kini sedang bertaubat atas semua dosa-dosa yang telah aku lakukan dengan sebenar-benar taubatan nasuha. Ayah Alif senantiasa membimbingku belajar sholat dan belajar mengaji serta mengajakku ke jalan yang benar, jalan yang diridhai oleh Allah Swt. Ayah Alif, juga Alif belum mengetahui siapa aku sebenarnya dan apa tujuanku datang ke kota pelajar ini. Suatu saat aku akan menceritakan kepada mereka siapa aku sebenarnya.
***
            Aku berada di sebuah taman yang sangat indah dan sangat luas sekali. Aku merasa sangat tenang di sana. Kulihat burung-burung berkicau dengan indahnya. Hingga dari jauh, samara-samar aku melihat seorang anak kecil berlari ke arahku. Kuperhatikan anak kecil itu… dan dia adalah Fariz, aku tak percaya. Fariz lalu memelukku dengan sangat erat dan kudengar dia menangis sesegukan.
“Kak, ikutlah denganku… Kakak, ikutlah denganku…”, Katanya sambil mundur menjauhiku. Aku mengejarnya, akan tetapi dia sudah menghilang.
“Fariz….!!!”
            Nafasku memburu. Aku tersentak bangun. Aku masih berada di dalam kamar kontrakanku. Ternyata hanya mimpi…. Faiz…
Ketika di Rumah Alif
“Bapak, ada yang ingin saya bicarakan….”, Kataku menunduk dan sedikit ragu-ragu.
“Ya, Nak ada masalah apa? Mungkin Bapak bisa membantumu.”, Katanya tersenyum melihatku.
“Bapak mungkin belum tahu mengapa saya datang ke kota ini dan mengapa saya bisa di kota ini”, Kataku tetap menunduk.
“Hmm… yang bapak tahu kamu ingin berubah menjadi lebih baik. Walaupun bapak tidak tahu siapa kamu sebenarnya, tapi bapak yakin kamu anak yang baik.”
“Apa bapak yakin?.”
“Insya Allah…”
“Semoga bapak bisa menerimaku setelah aku ceritakan yang sebenarnya.”
            Aku mulai menceritakan, siapa aku sebenarnya, dari mana asalku, dan mengapa aku datang ke kota ini.
***
            Sore itu, selesai latihan basket bersama teman-temanku aku segera mengambil kunci motorku dan segera melesat ke rumahku. Ketika di lampu lalu lintas, lampu merah menyala namun aku tetap mengendarai motorku dengan kecepatan tinggi. Aku hanya ingin cepat sampai di rumah. Entah mengapa perasaanku sangat tidak enak saat itu, yang ada dibayanganku saat itu adikku. Aku bertanya-tanya apa yang terjadi pada adikku saat itu.
            Ketika sampai di rumah, tak ada siapa-siapa hanya Bi Inah yang ada. Rumahku sangat sepi dan lenggang karenanya. Kucari adikku, namun nihil semua penjuru rumahku sudah aku telusuri, namun aku sama sekali tak menemukan adikku.
“Bi, dimana Faiz?.”, Tanyaku setelah lelah mencari.
“Maaf, bibi tadi lupa memberi tahu. Fariz ada di rumah sakit sekarang. Tadi bibi diberitahu, Faiz kecelakaan tadi siang sepulang sekolah.
“Apa….?.”, Pekikku tak percaya.
            Secepat kilat aku segera pergi ke rumah sakit. Segera aku mencari kamar Fariz yang berada di lantai dua rumah sakit itu. Di ruang itu ada sepupuku dan tanteku. Mereka menunggui adikku.
“Kau harus sabar menghadapi cobaan ini…”, Kata tanteku sambil menatap adikku yang belum siuman. Aku hanya menunduk, sedih.
“Faiz… kau harus sembuh, kau tak boleh meninggalkanku aku hanya memilikimu…”, Kataku lirih
“A….a…ayah…..ii…ibu…”, Tiba-tiba Faiz mengigau, memanggil kedua orang tuaku.
            Aku tahu, kedua orang tuaku sedang bekerja di luar negri untuk bekerja. Beberapa hari Fariz sudah sadar. Kaki kirinya retak. Beberapa hari kemudian orang yang menabrak adikku menemuiku. Aku terkejut ketika kulihat yang menabrak adikku adalah temanku sendiri.
“Apa maksudmu membuat adikku terluka sampai separah ini?!!”, Kataku membentaknya.
“Aku tak sengaja melakukanya. Aku hanya ingin meminta maaf padamu”.
            Aku hanya diam saja, mukaku merah menahan amarah. Tanganku mengepal. Temanku itu lalu pergi meninggalkanku. Bahkan, ketika temanku pamit pulang, aku hanya diam. Orang tuaku kemarin telah datang ke rumah sakit. Namun, pagi harinya kembali lagi bekerja di luar kota.
            Adikku masih berada di rumah sakit, aku masih setia menunggunya . Akan tetapi akhir-akhir ini aku merasakan ada yang aneh darinya. Faiz sering berkata yang aneh menurutku. Dia bertanya tentang bagaimana surga dan neraka itu.
“Kak, aku merasakan sesuatu, aku melihat surga, teman-teman dan semua yang berada di sana… Aku ingin ke sana kak…”, Kata adikku lirih.
            Aku hanya diam memandangnya, wajahnya yang selalu ceria dan bahagia kini terlihat pucat dan sangat lemah sekali. Aku merenung, apa yang diucapkan adikku tadi sulit aku mengerti. Apa maksud semua ini?
            Ketika pagi hari, kudapati adikku masih tertidur lelap. Kubangunkan adikku lembut namun tak ada reaksi. Kusentuh tanganya. Tanganya dingin seperti es, juga kakinya. Kusentuh nadinya di pergelangan tangan. Namun, tak ada apapun yang berdetak. Dokterpun sudah menvonisnya meninggal dunia.
Innaillahiwainnailaihiroji’un…
            Siang itu Faiz dimakamkan. Terakhir kalinya kulihat tanah yang masih merah itu… Perlahan aku meninggalkan makam adikku. Berat memang… Faiz, semoga kau tenang di sisinya…
Hatiku bak tertimpa palu godam. Adikku telah meninggalkanku selama-lamanya.
Aku sangat marah terhadap temanku. Dia telah menyebabkan adikku meninggal dunia.
Aku  merencanakan balas dendam kepadanya.
            Hingga peristiwa itu terjadi… Aku tercenung… kulihat pisau di tangan kiriku yang berlumuran darah. Aku tak percaya! Kejadian itu cepat sekali. Aku jatuh terduduk, pisau di tangan kiriku terlepas begitu saja dan jatuh ke lantai. Aku menyesali apa yang telah aku lakukan ini. Segera kuberlari dari tempat itu. Kutinggal temanku yang telah dingin dan membeku. Tidak ada orang yang tahu apa yang telah aku lakukan kepada temanku. Secepat kilat kutinggalkan kota Jakarta, tanah kelahiran dan tempat tinggalku saat ini…
Ya, aku telah membunuh temanku, yang aku anggap telah membuat adikku meninggal dunia. Kini, aku sedang menjadi buronan polisi. Koran-koran memberitakanku. Hingga aku kabur dan berada di kota Yogyakarta.
***
Ayah Alif terdiam mendengar ceritaku. Raut mukanya berubah menjadi sendu.
“Bapak, maafkan saya, tapi saya benar-benar ingin bertaubat…”, Kataku menunduk, merasa bersalah.
“Bapak percaya kamu bisa berubah, sekarang kembalilah pada orang tuamu. Mereka pasti mencarimu, Nak”, Kata bapak.
“Insya Allah, Pak besok saya akan pulang ke Jakarta”, Kataku tersenyum.
            Pagi itu, Embun pagi menyapaku hangat. Sang surya mulai menampakkan sinarnya. Tampaknya sang embun sedang berteman dengan sang surya. Burung-burung bernyanyi dengan indah. Subhanallah!! Nikmat Allah yang sanat besar. Aku pergi ke rumah Alif dan berpamitan dengan bapak dan ibu. Kupeluk Alif erat-erat, Alif begitu mengingatkanku pada adikku…
            Perjalanan ke Jakarta begitu panjang. Beberapa kemudian aku sampai di Jakarta.
“Assalamu’alaikum…”, Sapaku sampai di rumah.
“Wa’alaikum salam”, Ternyata ibu yang membukakan pintu.
“Ibu, maafkan Royyan. Aku sudah meninggalkan ibu dan ayah beberapa bulan”, Kataku setelah masuk ke dalam rumah.
“Kami begitu kehilangan ketika mengetahuimu pergi dari rumah, apalagi setelah Faiz pergi meninggalkan kita”, Kata ibu terharu.
“Ibu sadar, ibu dan ayah terlalu sibuk bekerja sehingga meninggalkanmu dan Faiz hingga dia meninggalkan kita”, Setetes kristal bening menetes di pipi ibu.
“Iya, Bu. Roy juga meminta maaf kepada ibu”, Kamipun berpelukan.
            Ibu dan Ayah sudah mengetahui semua peristiwa itu.
            Indahnya memiliki keluarga seperti ini….
***
            Kini aku kembali bersekolah dan kuliah. Sepulang kuliah, aku mampir ke sebuah masjid untuk melaksanakan sholat dhuhur. Selesai sholat, kulihat beberapa polisi mengejarku, karena kalian tahu aku adalah buronan polisi karena aku telah membunuh temanku sendiri. Aku berlari sekencang mungkin dan menaiki dinding dan melompati dinding.
DUAARR!!
            Polisi melepaskan peluru peringatan padaku. Aku tak peduli dan terus berlari dan belari. Hingga…
DUUAAAR!!!
“Allahuakbar….!!!!!”, Ucapku sekuat tenaga.
            Sebuah peluru tiba-tiba menembus jantungku. Aku jatuh dari gedung dan berlumuran darah. Semoga Allah mengampuni segala dosaku. Kurasakan seribu Bidadari menghampiri dan terbang ke arahku…
Faiz… aku akan menyusulmu, dan pergi bersamamu….

By : Himmatun N M

Senin, 21 Januari 2013

Puisi Untuk Para Muslimah


Bidadari Syurga

Bidadari Syurga
Pemilik Lentera mutiara syurga
Kau tak secantik Fatimah
Kau tak sepintar Aisyah
Ataupun lebih sabar dari Maryam
Namun, hatimu bersih, sebersih saat kau dilahirkan, putih, seputih kafan
Kau jaga perhiasanmu dengan benteng kesabaran
Hijab selalu kau kenakan
Menambah anggun penampilanmu
Tak peduli apapun itu, kau jaga selalu kerudungmu
Saat kau terhempas,
Tak peduli sesulit apapun dunia,
Kau penuhi relung hatimu dengan keikhlasan
Disetiap desahan nafasmu, untaian do’a dan dzikrullah selalu kau ucap
Senyummu indah, mengalah kan purnama ataupun rembulan sekalipun
Saat malam menjelang, kau sarat dengan untaian Al-qur’an
Indah, merdu suara hatimu, menyuarakan kitab Allah
Menyambut kata mesra Sang Pemilik Cinta
Di sepertiga malam terakhir
Rindumu akan Syurga
Tak terelakkan, membelah angkasa raya
Kau adalah sebaik-baik pertama syurga
Sebagai intan berlian hiasanya
Kau jaga kemuliaanmu ataupun mati dalam keaadaan syahid di jalan Allah
Pilihanmu jatuh kepada pilihan kedua
Kau telah menemui rindumu
Rindumu yang agung kepada Sang Penggenggam nyawa
Syahid telah menjemputmu, karena kau merindunya
Mengantarmu kepada keabadian syurga
Selamat wahai saudariku,,
Sang pemilik lentera mutiara syurga, Bidadari syurga,,

By : Himma N M